Mengapa Peserta ToT Cepat Lelah dan Cara Ampuh Mengatasinya

Facebook
Twitter
LinkedIn
Threads

Pernah memperhatikan sebuah pola yang konsisten di hari kedua atau ketiga sebuah Training of Trainers (ToT)? Semangat tinggi di hari pertama perlahan berubah. Mata mulai sayu, konsentrasi buyar, dan badan terasa berat meski hanya duduk seharian. Ruangan yang awalnya riuh dengan diskusi, kini diselingi oleh hening yang mengantuk atau gelombang menguap yang menular.

Ini bukan tentang kemalasan. Ini adalah fenomena kelelahan spesifik yang hampir menjadi “ritual” dalam pelatihan untuk calon pelatih. Jenis kelelahan ini unik—sebuah kombinasi antara kelelahan mental, tekanan emosional, dan kejenuhan sosial yang bekerja bersamaan menguras energi.

Mengurai Benang Kusut: 5 Sumber Kelelahan dalam ToT

ToT adalah proses pembelajaran yang berlapis. Peserta tidak hanya menyerap informasi, tetapi juga belajar cara menyampaikannya kembali. Berikut lima pemicu utama kelelahan tersebut:

  1. Beban Pikiran Berlapis: Otak peserta dipaksa menjalankan dua tugas sekaligus: memahami konten baru untuk diri sendiri dan sekaligus menganalisis bagaimana cara mengajarkannya kepada orang lain. Ibaratnya, mereka harus menjadi siswa yang tekun sekaligus seorang arsitek yang merancang jembatan untuk siswa lain—semua dalam waktu yang bersamaan.

  2. Panggung yang Terus Menyala: Setiap sesi, terutama praktik mengajar, sering kali terasa seperti sebuah performa yang dinilai. Beban untuk tampil sempurna sebagai “calon pelatih” menciptakan kecemasan konstan yang menggerogoti ketenangan dan energi emosional.

  3. Maraton Interaksi Sosial: Dari pagi hingga sore, peserta harus terus terlibat: berdiskusi, berkolaborasi dalam kelompok, membangun networking, dan tetap menjaga kesan positif. Bagi banyak orang, terutama mereka yang perlu waktu menyendiri untuk mengisi ulang energi, interaksi tanpa henti ini sangat menguras.

  4. Banjir Informasi Pasif: Banyak ToT terjebak dalam model “ceramah panjang”. Peserta dicekoki informasi (input) berjam-jam tanpa kesempatan memadai untuk mencerna, mempraktikkan, atau mendiskusikannya (output). Otak yang kebanjiran data pasif akan cepat mencapai titik jenuh.

  5. Jeda yang Palsu: Meski ada coffee break, seringkali jeda tersebut tidak benar-benar menjadi waktu istirahat. Percakapan masih berputar sekitar materi, atau pikiran masih terjebak di sesi sebelumnya. Otak tidak pernah mendapatkan downtime yang sesungguhnya untuk reset.

Strategi Bertahan: 7 Langkah Nyata untuk Tetap Berenergi

Lalu, bagaimana cara mengatasi gelombang kelelahan ini? Berikut strategi yang bisa diterapkan, baik oleh fasilitator dalam mendesain pelatihan, maupun oleh peserta dalam mengelola diri sendiri.

Strategi untuk Fasilitator:

  1. Atur Ritme Seperti Musik: Desain alur pelatihan dengan dinamika yang naik-turun. Setelah sesi berat berupa paparan teori (allegro), ikuti dengan aktivitas kelompok yang aktif (scherzo). Sisipkan energizer singkat atau peregangan setiap 60-90 menit untuk menyegarkan fisik dan pikiran.

  2. Dari Penyampai Jadi Pemandu: Kurangi porsi monolog. Alihkan ke metode yang memberdayakan peserta: diskusi fishbowl, simulasi, atau sesi saling mengajar (peer teaching). Ketika peserta aktif menciptakan, energi justru akan terpantik, bukan terkuras.

  3. Buat “Pulau Kesendirian”: Sediakan sebuah sudut tenang di luar ruang utama—mungkin dengan beberapa kursi nyaman dan tanaman. Izinkan peserta untuk menggunakannya kapan pun mereka butuh waktu beberapa menit untuk menarik napas, merenung, atau sekadar berdiam diri tanpa interupsi.

Strategi untuk Peserta:

  1. Kenali Siklus Energi Anda: Setiap orang punya waktu puncak energi yang berbeda. Jika Anda orang pagi, manfaatkan untuk aktif berpartisipasi di sesi awal. Jika energi menurun setelah makan siang, bersikaplah strategis: fokus menjadi pendengar yang baik. Bawalah air putih dan camilan tinggi protein (seperti kacang almond) untuk menjaga stamina.

  2. Pisahkan Catatan Belajar dan Catatan Ajar: Saat mendengarkan, buatlah dua kolom di buku catatan. Kolom kiri untuk mencatat poin-poin penting yang Anda pelajari untuk diri sendiri. Kolom kanan khusus untuk menulis ide kreatif atau metode bagaimana Anda akan mengajarkan poin tersebut nanti. Teknik sederhana ini membantu meringankan beban kognitif ganda.

  3. Lakukan Reset Fisik dan Mental di Setiap Jeda: Saat break, usahakan benar-benar meninggalkan ruangan. Berjalanlah sebentar di koridor, hirup udara segar di luar, lakukan stretching leher dan bahu. Alihkan pikiran sepenuhnya—obrolkan cuaca, makanan, atau hal ringan lainnya. Lupakan pelatihan untuk 10 menit.

  4. Bersikap Lebih Lembut pada Diri Sendiri: Ingat, tujuan ToT adalah belajar menjadi pelatih, bukan menjadi pelatih sempurna dalam seminggu. Beri diri Anda izin untuk melakukan kesalahan dalam praktik mengajar. Anggap setiap feedback sebagai peta menuju perbaikan, bukan sebagai nilai akhir.

Penutup: Mengubah Lelah Menjadi Bahan Bakar Pertumbuhan

Kelelahan dalam ToT bukanlah tanda kegagalan, melainkan bukti keterlibatan yang mendalam. Tugas kita bukan menghilangkannya, tetapi mengelolanya dengan cerdas sehingga tidak menghambat proses belajar.

Kuncinya ada pada desain yang manusiawi dan kesadaran diri. Sebuah ToT yang sukses bukan hanya diukur dari banyaknya materi yang tersampaikan, tetapi juga dari bagaimana peserta dan fasilitator bersama-sama menjaga nyala api semangat dan kegairahan belajar dari awal hingga akhir.

Ajakan untuk Bergerak: Untuk pembaca yang akan menghadiri atau memfasilitasi ToT berikutnya, bawalah satu strategi dari artikel ini sebagai bekal. Coba, praktikkan, dan amati perbedaannya. Bagikan temuan Anda dengan rekan sejawat. Karena ketika kita saling berbagi cara untuk tetap tangguh, kita tidak hanya menjadi peserta atau pelatih yang lebih baik, tetapi juga menciptakan ekosistem belajar yang lebih berempati dan penuh daya hidup.

MORE INSIGHT

sertifikasi-trainer_Trisna-Lesmana-management-LOGO

Copyright © 2023 by Trisnalesmana.com